Konsumsi gula dunia cenderung meningkat sejalan perkembangan populasi dan peningkatan taraf hidup terutama di negara-negara maju. Di lain pihak, dengan alasan kesehatan, konsumen berusaha mencari pemanis yang tidak menghasilkan kalori agar mereka tetap dapat menikmati rasa manis tanpa takut menjadi gemuk atau menimbulkan respon glikemik (peningkatan kadar gula darah). Industri pangan dan farmasi berlomba-lomba menciptakan pemanis-pemanis sintetik bebas kalori. Pemanis yang dihasilkan nantinya diharapkan dapat mengganti sukrosa (gula tebu), glukosa atau gula-gula lain yang berkalori tinggi, mendukung usaha konsumen untuk mengontrol berat badan, menekan kadar glukosa darah, mengurangi sedapat mungkin karies gigi yang diakibatkan konsumsi gula, akan tetapi tetap dapat menikmati rasa manis.
Evaluasi terhadap pemanis buatan sebelum dilempar ke pasaran meliputi mutu sensorik (rasa manis, ada tidaknya rasa pahit, ada tidaknya bau), keamanan, pengaruhnya terhadap zat-zat lain dalam bahan pangan, stabilitas dalam proses dan pengolahan pangan. Trend terbaru, industri pangan mulai suka menggunakan kombinasi beberapa pemanis buatan sekaligus.
Industri pangan di Indonesia sudah lama mengenal pemanis buatan sakarin, siklamat dan aspartam. Hanya dua yang pertama penggunaannya sangat ketat, bahkan di negara-negara tertentu sudah dilarang. Sedangkan aspartam banyak digunakan industri pangan Indonesia, khususnya untuk produk makanan dan minuman diet. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya mulai menggunakan pemanis mutakhir, yang mungkin masih belum banyak dikenal di Indonesia yaitu alitame, acesulfame-K dan sucralose. Amankah pemanis-pemanis baru itu ?
Alitame
Alitame adalah pemanis buatan campuran dari 2 senyawa turunan asam amino yaitu l-asam aspartat dan d-alanin serta satu senyawa amida. Tingkat kemanisannya mencapai 2000 x sukrosa, tanpa rasa pahit dan rasa metal (bandingkan dengan sakarin yang memberikan aftertaste pahit di pangkal lidah). Tahun 1986 oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, pemanis ini direkomendasikan untuk produk pangan termasuk roti-kue, minuman ringan dan permen.
Dalam tubuh manusia 7-22% alitame tidak diabsorbsi usus tapi langsung dibuang melalui sistem ekskresi. Sisanya (78-93%) terhidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin-amida. Asam aspartat dicerna sebagai asam amino sedangkan alanin-amida diekskresikan melalui urine. Alitame masih memiliki kalori sebesar 1,4 kcal/gram.
Pada tahun 1995 JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives, lembaga ilmiah di bawah WHO dan FAO – PBB) menyimpulkan dari hasil penelitian bahwa alitame tidak bersifat karsinogen, akan tetapi perlu ada pembatasan penggunaan sesuai konsep ADI (Acceptable Daily Intake = konsumsi harian yang diperkenankan) sebesar 0,34 mg/kg berat badan.
Alitame sebenarnya merupakan produk hasil penemuan industri farmasi multinasional, Pfizer Inc, yang memegang hak paten dengan nama “Aclame ”. Pfizer mengklaim kelebihan alitame antara lain sangat mudah larut dalam air, stabil pada pengolahan menggunakan panas dengan range pH luas. Alitame memperoleh efek sinergis yang menguntungkan jika dikombinasikan dengan pemanis rendah kalori lainnya.
Acesulfame-K
Acesulfame K (acesulfame-kalium) telah disetujui FDA sebagai aditif pemanis untuk makanan pada tahun 1988. FDA merekomendasikan acesulfame-K digunakan pada produk roti-rotian, makanan beku, yogurt, kembang gula, permen karet, produk susu kering, sirup dan saus. Juga untuk produk pasta gigi, mouth wash dan pelapis obat. Acesulfame-K sering digunakan sebagai kombinasi dengan pemanis buatan yang lain seperti aspartam, sakarin atau siklamat. Pada tahun 1995 pemanis ini juga digunakan pada minuman beralkohol. Secara komersial acesulfame-K menggunakan merk Sunette atau Sweet One dalam bentuk saset dan tablet. Aman dikonsumsi dengan batasan ADI maksimal 15 mg/kg berat badan.
Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman. Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya. Potensi kemanisan relatif (sweetness potency relative) sekitar 200 x sukrose. Acesulfame-K dinyatakan sebagai pemanis buatan bebas kalori yang bersih, cepat memberikan rasa manis. Memiliki kestabilan yang baik pada suhu tinggi dan daya larut yang baik sehingga pemanis ini dianggap cocok untuk berbagai produk.
Sucralose
Sucralose merupakan derivat sukrosa yang diklorinasi dengan tingkat kemanisan 600 x sukrosa. Pada tahun 1988 pemanis buatan ini telah direkomendasikan FDA aman untuk produk makanan dengan nilai ADI maksimal 10 mg/berat badan. Salah satunya dikenal dengan merek dagang “Splenda”. Pemanis buatan ini telah digunakan pada beberapa produk pangan, khususnya minuman ringan.
Masa Depan Pemanis Sintetik
Sebenarnya masyarakat industri pangan menunggu-nunggu ditemukannya pemanis sintetik yang benar-benar aman, tanpa ada kontroversi karena diragukan keamanannya. Sayang sekali menurut CSPI (Center for Science in the Public Interest) sebuah LSM di Amerika Serikat yang bergerak pada bidang kesehatan menyatakan alitame, acesulfame-K maupun sucralose bukanlah yang diharapkan.
Beberapa kasus maupun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa produk-produk sintetis di atas tidak 100% aman. Sucralose misalnya, dalam proses metabolisme normal tubuh ternyata menghasilkan 1-6 dichlorofructose suatu senyawa yang tidak aman bagi manusia. Sedangkan pada acesulfame-K ditemukan asetoasetamid yang menimbulkan efek pada kelenjar tiroid pada tikus, kelinci dan anjing. Penambahan 1% dan 5% asetoasetamid pada ransum makanannya selama 3 bulan menyebabkan tumbuhnya tumor jinak pada kelenjar tiroid tikus. Bahkan aspartampun sebenarnya tidak aman 100%. Hasil penelitian mutakhir di Eropa menunjukkan aspartam menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan karena akumulasi formaldehid sebagai hasil metabolisme. Formaldehid dapat merusak sistem imun manusia.
Sama dengan aditif makanan lainnya, pemanis buatan yang digunakan dalam makanan harus disertai label yang menunjukkan ADI maksimum, sehingga konsumen dapat mengetahui batas keamanan produk yang dibelinya.
Alangkah baiknya jika kita mengikuti anjuran back to nature yaitu untuk sedapat mungkin menggunakan bahan alami, karena produk-produk di atas merupakan produk sintetis yang belum 100% aman seperti bahan alami. Madu bisa dijadikan alternatif pilihan sumber gula yang sehat. Namun konsumen harus jeli karena banyak madu yang dijual di pasaran bukan berasal dari hasil derasan sarang lebah madu tetapi rebusan gula karamel atau bahkan mungkin olahan “raw sugar” ! Waspadalah !
Posting Komentar